Minggu, 14 April 2013

Catatan Saya

DELAPAN

Aku bosan diam.
Aku bosan bisu.
Aku ingin berteriak.
Atau berbisik?
Bagaimana saja.
Asal kau tahu,
dan kau mengerti.
Aku ingin semua ini jelas, Pangeran
Terkurung dalam kandang yang terkunci,
padahal aku menggenggam kuncinya.
Bahkan aku tahu cara membukanya.
Tapi aku tak cukup berani.
Hanya untuk memasukkan kunci itu,
dan memutarnya.
Aku takut, Pangeran.
Atau malu?
Tak ada definisi yang tepat.
Atau terlalu banyak?
 Karena aku tak tahu.
Apakah aku melepaskan,
atau  memulai?
Tak adakah cara lain yang lebih mudah?
Tanpa perlu kunci,
tanpa perlu kata-kata,
tanpa perlu berhadapan denganmu,
tanpa perlu tetesan air mata,
tanpa perlu detak jantung yang lebih cepat.
Tetapi kenyataan bukanlah sebuah "Fairytale"
Ketika diawali "Far far away.."
Dan diakhiri "..and life happily ever after."
Ketika seorang pangeran ditakdirkan dengan putrinya,
dan mereka saling mencintai.
Bagaimana bisa aku ingin bersamamu,
padahal aku bukanlah seorang putri?
Rasa itu seperti kupu-kupu.
Menjatuhkan serbuk sari.
Lalu pergi..

Ketidak-sengajaan.
Namun takdir.
Serbuk itu tumbuh besar, Pangeran.
Tanpa kau tahu.
Akarnya menjalar,
dan mencengkram.
Aku telah mencoba menebangnya,
tetapi ia tumbuh lagi dan lagi.
Apa aku harus mencabutnya?
Sampai ke akar?
Tetapi ia telah menjalar ke seluruh tubuh, otak, saraf, dan membeli tulangku.
Haruskah aku berbicara, Pangeran?
Ataukah sudah takdirku untuk diam?
Aku cemburu kepada burung-burung itu.
Terbang bebas, bernyanyi, berkicau.
Tetapi tahu kemana harus kembali.
Ketika senja datang.
Ketika matahati tak lagi menghangatkannya,
tak lagi meneranginya.
Terkadang kebohongan lebih mudah diteriakkan.
Dan kebenaran lebih sulit bahkan hanya sekedar membisikkannya.
Munafik !
Akankah kebenaran membebasanku?
Kebebasan sejati, kebebasan sebenarnya.
Haruskah aku membuka kunci itu, Pangeran?
Berikan aku sedikit keberanian.
Agar aku tak takut lagi.
Agar aku dapat berteriak,
atau berbisik.

13-04-2013
10:58

Minggu, 07 April 2013

Aku, Mimpi dan Luar Angkasa.

Keep dreaming! And make it real!

Dream. Dream. Dream. Study. Study. Study. Believe. Believe. Believe. And don't forget to Pray. Pray. Pray. Insyaallah ya, Aaaaminn. Keliatannya sih kayak yang gampang. Cuma empat kok Dream-Study-Believe-and Pray. Tapi banyak godaan banget ya. Apalagi pas yang di "Study"-nya. Sama yang di "Pray"-nya. Setuju gak? Tapi dikit-dikit aja kan. Everything need a process! Hahaaaa. Kalau kata bahasa Dayeuhkolot-nya "Ngeureuyeuh" hehehe.

Dari awalnya sih emang orang biasa-biasa aja. Tapi kata buku PKn juga berprestasi dan meningkatkan taraf hidup itu wajib. Bahkan telah menjadi kebutuhan bagi sebagian orang! Buat saya pribadi gaada target sih kalau buat ke depannnnnn banget nya mah. Tapi kalau buat yang
sekarang-sekarang pasti ada. Lulus UN-Nilai bagus-Masuk sekolah menengah yang diinginkan. Tapi itu juga pasti mempengaruhi buat ke depan depannya.

Luar angkasa bikin saya sadar kalau manusia itu gak boleh sombong. Punya apasih kita? Matahari aja yang besar gak akan terlihat di Galaksi Bima Sakti. Apalagi kita mungkin lebih kecil dari butiran debu, hehehee. Langit itu gak terbatas. Ruang Angkasa itu gak tau dimana dindingnya. Saya belajar kehampaan. Belajar Keteraturan dalam Ketidak-aturan. Belajar Kebersamaan, cieee heehe. Pokoknya banyak deh. Mau kesana? Nanti bareng deh ya. Cemes cemes aja. Nanti saya Nyampeur.

Ada foto nih. Galaksi Bima Sakti.


Mana Matahari? Mana Bumi? Mana Kita?



Catatan Saya

TUJUH

Hari ini kita bertemu, Pangeran.
Atau lebih tepatnya.. aku melihatmu.
Aku tak tahu harus merasa apa.
Terlalu banyak yang aku rasakan.
Ada yang berlari bebas didalam sini.
Seperti baru saja terlepas setelah sekian lama merasakan ketatnya tali pengunci rasa.
Tetapi kenyataan tersenyum sinis padaku.
Ia berkata :
"Kau lihat? Dia adalah dia. Dan kau adalah kau. Tak ada satu pun tali yang menghubungkan kalian."
Aku bingung, Pangeran.
Harus kemanakah aku?
Terus berlari pun membuatku lelah.
Tetapi diikat dan tidak tahu kapan akan dilepaskan pun membuatku sakit.
Dan hari ini biarkan aku menangis.
Ketika kau melihat kearahku,
aku tahu itu tidak berarti apa-apa.
Setiap detik aku merindukanmu.
Aku ingin melihat senyum itu.
Aku ingin melihat mata itu.
Dan hari ini aku melihatnya.
Otakku berkata :
"Itu cukup."
Tapi benarkah itu cukup?
Karena hatiku berkata :
"Hanya itukah yang kau harapkan?"
Aku tak bisa menjawab pertanyaanku sendiri.
Mereka tak pernah selaras.
Manakah yang lebih benar, Pangeran?"
Aku ingin otakku lebih benar.
Tetapi kenyataan tak pernah sesuai dengan keinginanku.
Dan cinta tak pernah berlogika.
Selama ini aku menuggumu, hanya untuk itu?
Hanya untuk beberapa detik yang lebih lambat dari biasanya?
Takkan pernah aku menyesal, Pangeran.
Tetapi tak bolehkah aku menginginkan sesuatu yang wajar?
Katakan pada takdir untuk sedikit saja membelaku.
Atau ajarkan aku untuk merasa cukup.
Mengertikah kini, Pangeran?
Aku bosan untuk tidak tahu apa-apa.
Aku ingin berhenti menjadi bukan siapa-siapa.
Karena itu aku ingin sedikit berarti.

28-03-2013
17:34